SEJARAH
SASTRA INDONESIA
SASTRA PERIODE TAHUN ‘45
SASTRA PERIODE TAHUN ‘45
MAKALAH
UNTUK
MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Sejarah
Sastra Indonesia
yang
dibina oleh Dra. Hj. Ida Lestari, M.Si.
Oleh
Aprillia Kartika C. (160211601901)
Haikal Hilmi (100211406108)
Nafisa Ekawati (160211601874)
Nurlita Aldania R. (160211600114)
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
SASTRA
JURUSAN
SASTRA INDONESIA
OKTOBER
2016
SASTRA PERIODE TAHUN ‘45
Periode tahun 1945 mencangkup masa
perkembangan sastra Indonesia dari tahun 1945 sampai sekitar tahun 1950.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai
pengaruh yang besar sekali bagi kebudayaan Indonesia, termasuk kehidupan dari
perkembangan sastra. Bahasa Indonesia yang berkembang pesat pada masa Jepang,
yang sudah dipergunakan sebagai media dalam segala keperluan hidup pada masa
itu, sesudah proklamasi kemerdekaan ditetapkan sebagai bahasa resmi negara
Republik Indonesia. Persentuhannya dengan kebudayaan bangsa lain dan dengan
kemajuan teknologi modern makin memperkaya perkembangan bahasa Indonesia.
Dengan demikian, sebagai media pengungkapan sastra, bahasa Indonesia memiliki
potensi dan kemampuan yang makin bertambah besar. Sikap para pengarang dan
seniman tentang kebudayaan Indonesia berbeda dengan masa sebelum proklamasi.
Mereka memandang perkembangan kebudayaan Indonesia dari horizon yang lebih
luas. Pada mulanya konsepsi dan pandangan mereka tentang masalah kebudayaan
hampir bersamaan, tetapi beberapa tahun kemudia timbul perbedaan-perbedaan.
A.
Pengertian Angkatan 45 dan Sikap Pengarang
terhadap Istilah Angkatan 45
1. Pengertian Angkatan 45
Dalam masyarakat
Indonesia istilah angkatan 45 memiliki dua pengertian, yaitu (1) pengertian
dalam bidang politik dan (2) pengertian dalam bidang sastra dan seni.
Angkatan 45 dalam
bidang politik mencakup tokoh-tokoh masyarakat yang aktif berperan dalam
perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan sekitar tahun 1945. Angkatan
45 dalam pengertian ini memiliki organisasi dan kepengurusan sendiri sejak dari
pimpinan pusat sampai pada cabang-cabang di daerah tingkat II di seluruh
Indonesia.
Angkatan 45 dalam
bidang sastra dan seni mencakup sejumlah pengarang dan seniman Indonesia sejak
masa sesudah Perang Dunia II dan yang memiliki konsepsi dan corak tersendiri
yang berbeda dengan agkatan terdahulu. Bagaimana konsepsi dan corak itu
dibicarakan kemudian.
Kedua pengertian
tidak memiliki hubungan secara langsung, tidak seperti halnya dua pengertian
yang terkandung pada istilah Pujangga Baru. Dalam karangan ini bila disebut
Angkatan 45 yang dimaksud ialah Angkatan45 dalam bidang sastra dan seni.
Nama angkatan 45
sebenarnya baru terkenal mulai tahun 1949 pada waktu Rosihan Anwar pertama
kalinya melansir istilah Angkatan 45 dalam suatu uraiannya dalam majalah Siasat tanggal 9 Januari 1949. Sebelum
itu, orang menggunakan istilah yang bermacam-macam untuk menyebut angkatan
tersebut , yaitu Angkatan Kemerdekaan. Angkatan Chairil Anwar, Angkatan Sesudah
Perang, Angkatan Pembaebasan, Generasi Gelanggang, Angkatan Bambu Runcing, dan
sebagainya.
Sejak tahun
1949untuk menyebut angkatan yang dimaksud orang menggunakan istilah Angkatan
45. Walaupun namanya Angkatan 45, sebenarnya angkatan itu sudah mulai timbul
sejak tahun 42 (zaman Jepang), yaitu sejak munculnya puisi-puisi Chairil Anwar,
yang baik bentuk, gaya bahasa, maupun isinya lain dari puisi-puisi sebelumnya.
Yang banya
jasanya dalam mempertegas kehadiran Angkatan 45 serta kedudukan penyair dan
sastrawan pendukungnya ialah H.B. Jassin. Ia berhasil memberian keterangan
tentang seluk beluk angkatan itu dan memberikan uraian tentang kepeloporan
Chairil Anwar dalam angkatan tersebut.
2. Sikap Para Pengarang terhadap Istilah Angkatan
45
Ada berbagai
pendapat tentang istilah Angkatan 45, ada yang setuju terhadap istilah
tersebut, ada pula yang menyatakan keberatan. Mochtar Lubis, Pramudya Ananta
Tur dan Sitor Sumarong, termasuk pengarang lagi termasuk yang keberatan terhaap
istilah Angkatan 45 dengan beberapa istilah dan semboyan lain yang sering
digunakan oleh angkatan tersebut. Baik yang setuju maupun yang tidak, mempunyai
dasar alasan masing-masing.
Beberapa alasan
yang dikemukan oleh mereka yang tidak setuju dengan istilah itu ialah sebagai
berikut.
1. Tahun 1945, yaitu tahun Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, tidak sepenuhnya berhubungan dengan hal-hal yang mulai dan yang
baik, karena pada tahun itu juga terjadi pembunuhan dan penculikan pada kedua
pihak yang bertempur. Dengan demikian, penamaan angkatan dengan tahun 1945
dapat juga mengingatkan kita pada hal-hal yang keji dan kotor.
2. Para sastrawan diragukan sahamnya bagi
perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan sehingga timbul kesangsian
apakah mereka berhak menggunakan nama keramat Angkatan 45. Keraguan itu
berdasar atas adanya beberapa karangan Chairil Anwar yang terlalu bersifat
individualistis, karangan Indrus yang tampak sinis terhadap perjuangan atau
revolusi bangsa, dan juga karangan Asrul Sani yang sering disebut bersifat
aristrokatis intelektual.
3. Angka tahun, yaitu tahun 1945, adalah suatu
kesatuan waktu yang sangat singkat dan relatif terlalu fana sehingga penamaan
dengan tahun 1945 itu akan dengan cepat menimbulkan sifat kekolotan beberapa
tahun kemudian.
Sebaliknya,
mereka yang setuju dengan istilah Angkatan 45 membantah alasan-alasan di depan.
1. Dikatakan, bahwa dalam menilai sesuatu peristiwa
kita harus dapat membedakan yang mana pokok yan mana tidak. Penamaan angkatan
dengan nama tahun 1945 tetap memiliki nilai yang luhur, tidak perlu harus dalam
kaitannya dengan nilai-nilai yang rendah.
2. Memang ada puisi-puisi karya penyair bangsa
kita pada saat itu memiliki interprestasi negatif, tetapi apabila diteliti
benar-benar dan diresapkan sungguh-sungguh banyak puisi karya Chairil Anwar dan
juga penyair yang lain, yang mendukung pikiran yang dalam, yang tidak sedikit
perannya bagi perjuangan kemerdekaan.
3. Sebenarnya, tidak hanya penamaan yang
menggunakan angka tahun yang mudah menimbulkan sifat kekolotan, tetapi penamaan
akan menjadi bersifat kolot apabila sudah timbul angkatan atau generasi yang
baru.
Berdasarkan
hal-hal tersebut, mereka berpendapat bahwa tahun 45 adalah tahun yang mulia
bagi sejarah perjuangan bangsa, tahun berhasilnya bangsa Indonesia memperoleh
kemerdekaan. Karena kemerdekaan suatu bangsa merupakan syarat mutlak bagi
perkembangan kebudayaan bangsa itu maka pada tempatnyalah apabila angkatan
sastra Indonesia sesudah Perang Dunia II menggunakan nama Angkatan 45.
B.
Perbedaan Angkatan 45 dengan Angkatan Pujangga
Baru
1. Pendapat A. Teeuw
Teeuw berpendapat
bahwa ada perbedaan asasi antara Angkatan 45 dengan Pujangga Baru, dan
perbedaan itu berupa sifat universal yang terdapat pada Angkatan 45. Perlu
dibuat beberapa catatan sebagai berikut.
1. Tidak benar dan tidak adil apabila orang
mengatakan bahwa sebelum tahun 1945 belum ada kesusastraan Indonesia. Orang
yang berpendapat dmikian berarti tidak mengenal Amir Hamzah dan peranan
Pujangga Baru.
2. Juga tidak benar anggapan yang menyatakan
bahwa perbedaan antara Pujangga Baru dengan Angkatan 45, dapat dimisalkan
sebagai perbedaan antara kepastian dan ilmu pengetahuan di satu pihak dengan
keyakinan dan elan di pihak lain seperti pendapat Sitor Situmorang. Demikian
juga apabila diresapkan benar-benar hampir pada semua karangan Sutan Takdir
Alisjahbana terdapat elan dan semangat, yaitu selamat berjuang bagi kepentingan
bangsa.
3. Menurut A. Teeuw, berdasarkan karangan prosa
dan puisinya (terutama novel Belenggu), Armijn Pane barhak sebagai penghubung
dalam masa peralihan antara kedua angkatan itu, walaupun ia masih dipihak
Pujangga Baru.
4. Selain itu, harus diingat bahwa seseorang
dimasukkan dalam suatu angkatan, bukanlah semata-mata berdasarkan tahun
lahirnya.
Perbedaan kedua angkatan itu tidak mutlak benar.
2. Pendapat H. B. Jassin
a. Gaya
Meskipun antara
pengarang Angkatan 45 yang seorang dengan yang lain terdapat perbedaan
pandangan hidup, mereka memiliki persamaan dalam hal gaya, yaitu gaya ekspresi
yang mendarah daging. Gaya ekspresi bersifat lontaran pernyataan jiwa yang
serta merta.
b. Konsepsi
Angkatan 45
memiliki konsepsi yang jelas, yaitu humanisme universal. Konsepsi ini memandang
manusia dalam wujud hakikatnya, memandang manusia atas dasar sifat-sifatnya
yang umum, tanpa membedakan jenis kelamin, usia, dan sebagainya. Pada
hakikatnya setiap manusia itu sama, yaitu :
a. Memiliki jiwa rasional, etis, dan estetis.
Manusia adalah makhluk berpikir, berkeadaban, dan memiliki rasa keindahan.
b. Menambahkan nilai-nilai yang luhur: kebebasan,
keadilan, kemerdekaan, kejujuran, dan persamaan derajat dan kedudukan.
Oleh karena itu, humanisme universal berusaha
memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur yang berlaku bagi setiap
manusia dan setiap bangsa.
3. Pendapat dan Keterangan dari Beberapa
Pengarang Angkatan 45 tentang Pujangga Baru
1. Rivai Apin
Rivai Apin
berpendapat bahwa Pujangga Baru dalam memandang alam mudah berteriak pura-pura
dengan kata seru: O, wah, aduhai, dan
sebagainya. Rivai Apin memandang alam itu sebagai sesuatu yang diterimanya
seperti menerima adanya dirinya sendiri
2. Asrul Sani
Asrul Sani berpendapat bahwa Pujangga Baru
mencoba memperoleh keindahan karangan dengan segala bunga kata dan terlalu banyak
menggunakan beelspraak (kata
perbandingan). Mereka menempatkan filsafatnya dalam kepalanya, bukan dalam
penghidupan. Kehidupan dipandang sebagai wujud dari puisi, bukan lagi sebagai
unsur dari puisi.
3.
Sitor Situmarong
Dikatakannya, bahwa Sutan Takdir Alisjahbana
masih hidup dalam alam pikiran antitese Barat dan Timur; sedangkan bagi
Angkatan 45 yang dipersoalkan bukan lagi masalah Barat da Timur, melainkan
masalah manusia, yaitu manusia telanjang sebagai manusia pada genetik.
4.
Pendapat dan
Keterangan dari Pengarang Pujangga Baru
Armijn Pane menganggap bahwa antara keduanya
tidak ada perbedaan asasi. Demikian juga Sutan Takdir Alisjahbana menentang
keras suatu anggapan, bahwa antara kedua angkatan itu ada perbedaan yang tajam.
Ia beranggapan bahwa “dilihat dari jurusan pembebasan manusia baru dan pembuka
kemungkinan-kemungkinan baru bagi bahasa Indonesia; sesungguhnya gerakan
Angkatan 45 itu suatu sambungan belaka dari Pujangga Baru.
5.
Kesimpulan
Dari berbagai pendapat dak keterangan yang
tersebut di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara Angkatan
Pujangga Baru meliputi hal-hal sebagai berikut.
a.
Perbedan Konsepsi
Perbedaan yang paling penting antara kedua
angkatan itu ialah perbedaan konsepsi. Angkatan 45 memiliki konsepsi humanisme
universal, yang meletakkan tekanan pembangunan kebudayaan pada kebudayaan
dunia. Sebaliknya, konsepsi Pujangga Baru menitikberatkan perjuangan membentuk
kebudayan persatuan kebangsaan. Mereka memilik kesamaan cita-cita, yaitu
kebudayaan persatuan kebangsaan, walaupun bagaimana pembentukannya mereka
berbeda pendapat.
b.
Perbedaan Gaya
Angkatan 45 pada umumnya memiliki gaya
ekspresi, yang mengutamakan keaslian pengucapan jiwa. Angkatan Pujangga Baru
pada umumnya memiki gaya imperasi, yang lebih banya terikat pada kesan-kesan
luar dari objek yang dilukiskan.
c.
Perbedaan Corak
Aliran
Karena sikapnya yang hendak melukiskan segala
sesuatu sampai kedalam-dalamnya maka umumnya karya sastra Angkatan 45 bercorak
romantik realistis/naturalis. Angkatan Pujangga Baru umumnya bercorak romantik
idealistis. Mereka melukiskan sesuatu tidak dengan sikap menerima seperti apa
adanya, melainkan lebih banyak dipengaruhi oleh emosi dan harapan-harapannya.
d.
Perbedaan Peranan
Majalah sebagai Media Angkatan
Angkatan Pujangga Baru memiliki majalah Pujangga Baru, yang khusus memuat
karangan, pikiran, dan pendapar pengarang-pengarang Pujangga Baru. Dari majalah
itu kita dapat mengikuti pertumbuhan dan perkembangan serta cita-cita Pujangga
Baru. Angkatan 45 tidak memiliki lingkunga tertentu yang tetap, baik dalam
wujud organisasi maupun majalah. Majalah yang pertama terbit sesuadah perang
ialah majalah Panca Raya, yang diterbitka oleh Balai Pustaka. Majalah ini
sering memuat puisi Chairil Anwar, tapi bukan semata-mata majalah kesusastraan,
dan dengan sendirinya bukan pembawa suara Angkatan 45. Majalah Zenith, Puangga Baru (versi sudah perang), Mimbar Indonesia, Konfrontasi (yang
sering dipandang sebagai kelanjutan majalah Pujangga
Baru), Seni, dan lain-lain.
Majalah-majalh tersebut tidak ada yang dapat dipandang sebagai media khusus
Angkatan 45.
C.
Surat Kepercayaan Gelanggang
Surat Kepercayaan
Gelanggang merupakan sikap dan pendirian Angkatan 45, walaupun pernyataan itu
dibuat pada tanggal 18 Februari 1950 dan baru disiarkan dalam majalah Siasat
pimpinan Rosihar Anwar pada tanggal 22 Oktober 1950. Jadi lebih kurang setahun
sudah Chairil Anwar meninggal (28 April 1949).
Surat Kepercayaan Gelanggang adalah
pernyataan sikap perkumpulan “Gelanggang Seniman Merdeka”, suatu perkumpulan
yang didirikan pada tahun 1947 yang di dalamnya selain para pengarang, juga
berkumpul pelukis-pelukis, musikus, dan seniman lain. Karena para engarang
Angkatan 45 berkumpul bergerak dalam kelompok ini maka Surat Kepercayaan
Gelanggang dipandang sebagai pernyataan sikap dan pendirian Angkatan 45 atau
sebagai perwujudan konsepsi angkatan tersebut.
D. Para Pengarang Angkatan 45
1. Chairil Anwar
Berdasarkan penelitian H.B. Jassin,
dari tahun 1942-1949 Chairil Anwar telah menghasilkan 94 tulisan yang terdiri
atas 70 puisi asli, 4 puisi saduran, 10 puisi terjemahan, 6 prosa asli, 4 prosa
terjemahan.
Dari jumlah semuanya itu, menurut
penyelidikan ternyata 8 puisi Chairil Anwar plagiat, yang terdiri dari 6 puisi
saduran, dan 2 puisi terjemahan. Puisi plagiat yang dimaksud yaitu:
·
“Rumahku” saduran
puisi “Woninglooze” karangan Slauerhoff
·
“Kepada
Peminta-minta” saduran puisi “Tot den Arme” karangan Willem Elsschot
·
“Orang Berdua”
saduran puisi “de Gescheidenen” karangan H.Marsman
·
“Krawang Bekasi”
(Kenang, Kenanglah Kami) saduran puisi “The Young Dead Soldiers” karangan Mac
Leish
Adapun plagiat yang berupa terjemahan
yaitu:
·
“Datang Dara
Hilang Dara” terjemahan sajak “A Song of the Sea” karangan Hsu Chih Mo
·
Fragmen (tiada
lagi yang akan diperikan), satu fragmen dari Preludes to Attitude, yaitu bagian
IX yang berjudul “Nothing to Say You Say” karangan Conrad Aiken
Tidak dapat dipungkiri bahwa Chairil
Anwar mendapat pengaruh dari beberapa penyair Belanda sebelum Perang Dunia II,
seperti H.Marsman, Slauerhoff, E. Du Perron, Ter Braak, Jan H. Eekhout, dan
lain-lain.
Pengaruh Marsman pertama-tama tampak
pada sikap hidup Chairil, yaitu sikap hidup yang penuh dengan vitalitas.
Pengaruh yang ada pada Chairil Anwar itu dapat berupa pengambilan motif yang
sama, penggunaan kata dan perbandingan yang serupa, dapat juga semata-mata
berupa persamaan semangat. Selain H.Marsman, Slauerhoff adalah penyair Belanda
yang banyak memengaruhi Chairil Anwar.
Dalam masyarakat sastra Indonesia,
pembicaraan tentang Chairil Anwar dan karangan-karangannya telah banyak
dilakukan. Kepeloporan Chairil Anwar dalam perkembangan sastra Indonesia memang
tidak dapat diragukan. Ia telah mengadakan pembaharuan dalam bidang puisi
Indonesia. Beberapa keistimewaan puisi Chairil Anwar antara lain:
·
Penggunaan
bentuk-bentuk puisi bebas yang tidak terikat oleh jumlah baris, jumlah suku
kata, dan rima akhir yang teratur.
·
Penggunaan
unsure-unsur bunyi secara intensif sehingga disamping fungsinya sebagai
pendukung arti, bunyi-bunyi tersebut mampu menjelmakan suasana tertentu.
·
Penggunaan gaya
bahasa, lambing, dan perbandingan-perbandingan baru yang bersifat universal.
·
Penjelmaan ide,
pikiran, dan pengalaman jiwa dalam wujud yang bersifat prismatis, yang memiliki
kedalaman makna dan keluasan pengertian. (Puisi prismatic bersifat membias; ide
dan makna yang terkandung perlu ditafsirkan)
·
Pemilihan kata
digunakan setepat-tepatnya, baik ditinjau dari segi arti, bunyi, bentuk,
susunan, maupun gaya bahasa.
·
Penggunaan gaya
ekspresi mengutamakan keaslian pengucapan, menjelmakan pikiran dalam wujud yang
murni
·
Chairil menempa
pemakaian bahasa Indonesia dalam wujudnya yang baru, yang sering dipandang
menyimpang dari cara-cara tradisional.
Rachmat Djoko Pradopo (1976:11)
mengatakan bahwa dalam puisi-puisi Chairil Anwar tampak adanya gaya imajisma,
yaitu suatu gaya yang “melukiskan pengertian dengan imaji-imaji, dengan
memberikan lukisan/keadaan yang berarti ganda, yang sugesif”.
Puisi imajisma yang murni lazimnya
berbentuk pendek, bebas dan berupa lukisan saja. Ide dan emosi penyair
dijelmakan melalui imaji-imaji yang jelas dan tepat yang merupakan suatu
kebulatan.
Dalam perkembangan puisi kontemporer
pada dewasa ini beberapa penyair menggunakan gaya mantra dan tipografi sebagai
unsur kepuitisan yang penting. Menurut Rachmat Djoko Pradopo gaya mantra itu
sesungguhnya sudah ada pada puisi Chairil Anwar.
Sutan Takdir Alisjahbana (1975:55)
menilai bahwa Chairil memiliki keberanian memberikan arti sendiri pada
kata-kata, mengadakan kombinasi kata-kata yang menantang semua konvensi,
membuat susunan kalimat yang melompat-lompat dengan ketiba-tibaan, lekuk dan
kelok yang tak tersangka-sangka, dengan memakai logika yang sering bersifat
antalogika, tetapi justru karena sekaliannya itu menimbulkan ketajaman dan
kedalaman arti yang jarang tersua
a.
Vitalitas Chairil
Anwar
Vitalitas berarti kemampuan hidup penuh
semanngat. Chairil Anwar seorang vitalis, tetapi berbeda dengan vitalitas
pengarang sebelumnya.
Vitalitas Chairil Anwar merupakan semangat
hidup yang berusaha hendak mengisi eksistensi hidup ini dengan sepenuh-penuhnya
dan mempertanggungjawabkan hidup dengan penuh kesadaran. Chairil ingin merombak
cara berpikir yang dogmatis dan ingin menegakkan pikiran-pikiran baru demi
martabat manusia. Sikap inilah yang membuat puisi Chairil Anwar tampak bersifat
anarkistis dan individualistis
b.
Individualisme
Chairil Anwar
Individualisme Chairil Anwar bukan
individualisme yang egoistis melainkan berpangkal pada sikap hidup yang
eksistemsialistis. Keakuan Chairil bukan untuk kepentingan diri sendiri
melainkan untuk kepentingan martabat dan nilai-nilai kemanusiaan. Manusia harus
dapat mengisi eksistensinya. Memperjuangkan hakikat kemanusiaannya yang semua
itu tidak harus sejalan dengan nilai-nilai tradisi, kemasyarakatan, atau
konvensi yang sudah ada.
c.
Pandangan Chairil
Tentang Ilham dan Keindahan
Chairil membedakan dua macam ilham, yakni
ilham sebenarnya dan tidak sebenarnya. Menurut Chairil seni adalah harmoni
antara ilham dan pemikiran. Berbeda dengan sikap Chairil terhadap ilham,
pengarang Pujangga Baru pada umumnya bersifat menunggu da, n beranggapan bahwa
seni itu terutama adalah perasaan.
Tentang keindahan Chairil beranggapan bahwa
keindahan harus berpangkal pada vitalitas, pada hidup, dan nafsu hidup.
Vitalitas itu sifatnya kacau balau, campur baur, sedangkan keindahan sifatnya
harmonis penuh keselarasan.
d.
Masalah bentuk
dan Isi
Chairil berpendapat bahwa hasil sastra terbagi
menjadi 2 yakni bentuk dan isi, walaupun batas antara keduanya tidak dapat
dikemukakan karena keduanya “rapat berjalan sama, mereka gonta-ganti
tutup-menutupi”.
Bentuk ialah cara si seniman manyatakan
perasaan dengan yang istimewa, yang khas, yang sanggup mengharukan pembaca.
Berikut adalah karangan-karangan Chairil yang
sudah dibukukan:
·
Deru Campur Debu,
kumpulan puisi yang diterbitkan pertama kali tahun 1949 oleh penerbit
pembangunan. Terdiri dari 27 puisi.
·
Kerikil Tajam dan
Yang Terhempas dan Yang putus, kumpulan puisi yang pertama kali
diterbitkan tahun 1949 oleh Pustaka
Rakyat.
Karangan Chairil Anwar berupa prosa
ada 6 yang asli, yaitu yang berjudul pidato Chairil Anwar 1943, Berhadapan
Mata, Hoppia, Tiga Muka Satu Pokok, Pidato Radio 1946, dan Membuat sajak,
Melihat Lukisan.
Chairil yang lahir di Medan 26 Juli
1922, tidak berumur panjang. Ia meninggal pada tanggal 28 April 1949.
2. Asrul Sani Asrul
Sani adalah seorang penyair angkatan 45 yang berusaha menghindari masalah
angkatan dan tidak setuju dengan semboyan-semboyan yang sering digunakan oleh
pengarang Angkatan 45 yang lain. Asrul Sani mengkritik Movhtar Lubis yang
pernah mengatakan bahwa dalam perkataan Human Dignity tersimpul semua yang
hendak kita perjuangkan. Asrul
Sani yang dilahirkan di Sumatera Barat, 10 Juni 1926, adalah seorang dokter
hewan yang dalam dunia sastra bergerak dalam berbagai bidang. Ia banyak menulis
esai, cerpen, puisi, kritik, terjemahan, juga menyutradarai pementasan drama,
dan membuat film. Sebagai penyair telah banyak puisi yang digubahnya, tetapi
hingga kini belum ada yang diterbitkan secara khusus sebagai kumpulan puisi
kecuali yang terdapat dalam kumpulan puisi Tiga Menguak Takdir. Selain
itu, pada puisi Asrul terasa dengan jelas sifat romantik. Ia memandang
kehidupan mulia sejati ialah kehidupan kesunyian di laut yang terlepas dari
kesibukan sehari-hari. Dalam hal bentuk, puisi Asrul Sani lebih bebas, lebih
mengabaikan unsur-unsur bentuk daripada puisi Chairil. Hampir-hampir tidak ada
puisi Asrul yang memiliki kerangka tetap, baik dalam jumlah baris, jumlah suku
kata, maupun dalam acuan suatu bentuk tertentu. Esai-esainya hingga sekarang belum diterbitkan
sebagai kumpulan. Oleh Ajip Rosidi dikatakan bahwa “dalam esai-esainya Asrul
sangat indah gayanya, tajam dan lapang dad, luas pula pengetahuannya. Beberapa
buah esainya dengan tajam dan plastis memberi gamnaran tentang kehidupannya
zamannya”. Dalam karangan esainya Asrul sering menggunakan nama samaran Ida
Anwar. Di samping itu, digunakan juga nama samaran Pena F. An-Nur dan
lain-lain. Di
samping sebagai penyair dan esais, Asrul Sani terkenal pula sebagai cerpenis.
Kumpulan cerita pendeknya telah diterbitkan oleh Pustaka Jaya pada tahun 1972
dengan judul Dari Suatu Masa dari Suatu Tempat. Cerpen-cerpen Asrul Sani
sebgaian besar bersifat intelektual. Untuk dapat memahami cerpen-cerpen
tersebut sering diperlukan pemikiran tentang maksud ungkapan dan
lambang-lambang yang terdapat di dalamnya.
Dalam cerpen-cerpennya Asrul Sani banyak
menyindir kehidupan masyarakat, yang sering menerita akibat aturan-aturan yang
dibuat sendiri. Sendirian itu terasa sekali dalam cerpennya yang berjudul
“Museum”.
3. Rivai Apin Chairil
Anwar, Asrul Sani, dan Rivai Apin lazim dipandang orang sebagai trio pembaharu
puisi Indonesia. Rivai Apin ternyata kurang menyakinkan, padahal penyair yang
lahir pada tanggal 30 Agustus 1927 di Padang panjang itu telah banyak menulis
puisi sejak masih di sekolah menengah. Dikatakan nihilis karena tampaknya Rivai
Apin tidak tahu arah hidup ini, tidak tahu apa yang harus diperbuat tentang
dunia ini. Apa yang ditulis terutama cetusan emosi yang kurang pengendapan dan
pemikiran.
Walaupun tulisan Rivai Apin cukup banyak
jumlahnya, belum ada yang diterbitkan sebagai kumpulan, kecuali puisi-puisinya yang terdapat dalam Tiga
Menguak Takdir.
4. Idrus
5. Pramudya Ananta Tur
6. Mochtar Lubis
7. Sitor Situmorang
8. Achdiat Karta Mihardja
E. Pengarang-Pengarang
Angkatan 45 yang lain :
1. Utuy Tatang Sontani
2. Trisno Sumarjo
3. Aoh K. Hadimadja
4. M. Balfas
5. Rusman Sutiasumarga
6. Mh. Rustandi Kartakusuma
7. M. Ali
Komentar
Posting Komentar