Makalah Sastra Periode '45

SEJARAH SASTRA INDONESIA
SASTRA PERIODE TAHUN ‘45

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Sejarah Sastra Indonesia
yang dibina oleh Dra. Hj. Ida Lestari, M.Si.






Oleh








Aprillia Kartika C.                (160211601901)
Haikal Hilmi                           (100211406108)
Nafisa Ekawati                      (160211601874)
Nurlita Aldania R.                (160211600114)





UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
OKTOBER 2016







SASTRA PERIODE TAHUN ‘45
Periode tahun 1945 mencangkup masa perkembangan sastra Indonesia dari tahun 1945 sampai sekitar tahun 1950. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai pengaruh yang besar sekali bagi kebudayaan Indonesia, termasuk kehidupan dari perkembangan sastra. Bahasa Indonesia yang berkembang pesat pada masa Jepang, yang sudah dipergunakan sebagai media dalam segala keperluan hidup pada masa itu, sesudah proklamasi kemerdekaan ditetapkan sebagai bahasa resmi negara Republik Indonesia. Persentuhannya dengan kebudayaan bangsa lain dan dengan kemajuan teknologi modern makin memperkaya perkembangan bahasa Indonesia. Dengan demikian, sebagai media pengungkapan sastra, bahasa Indonesia memiliki potensi dan kemampuan yang makin bertambah besar. Sikap para pengarang dan seniman tentang kebudayaan Indonesia berbeda dengan masa sebelum proklamasi. Mereka memandang perkembangan kebudayaan Indonesia dari horizon yang lebih luas. Pada mulanya konsepsi dan pandangan mereka tentang masalah kebudayaan hampir bersamaan, tetapi beberapa tahun kemudia timbul perbedaan-perbedaan.
A.     Pengertian Angkatan 45 dan Sikap Pengarang terhadap Istilah Angkatan 45
1.      Pengertian Angkatan 45
Dalam masyarakat Indonesia istilah angkatan 45 memiliki dua pengertian, yaitu (1) pengertian dalam bidang politik dan (2) pengertian dalam bidang sastra dan seni.
Angkatan 45 dalam bidang politik mencakup tokoh-tokoh masyarakat yang aktif berperan dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan sekitar tahun 1945. Angkatan 45 dalam pengertian ini memiliki organisasi dan kepengurusan sendiri sejak dari pimpinan pusat sampai pada cabang-cabang di daerah tingkat II di seluruh Indonesia.
Angkatan 45 dalam bidang sastra dan seni mencakup sejumlah pengarang dan seniman Indonesia sejak masa sesudah Perang Dunia II dan yang memiliki konsepsi dan corak tersendiri yang berbeda dengan agkatan terdahulu. Bagaimana konsepsi dan corak itu dibicarakan kemudian.
Kedua pengertian tidak memiliki hubungan secara langsung, tidak seperti halnya dua pengertian yang terkandung pada istilah Pujangga Baru. Dalam karangan ini bila disebut Angkatan 45 yang dimaksud ialah Angkatan45 dalam bidang sastra dan seni.
Nama angkatan 45 sebenarnya baru terkenal mulai tahun 1949 pada waktu Rosihan Anwar pertama kalinya melansir istilah Angkatan 45 dalam suatu uraiannya dalam majalah Siasat tanggal 9 Januari 1949. Sebelum itu, orang menggunakan istilah yang bermacam-macam untuk menyebut angkatan tersebut , yaitu Angkatan Kemerdekaan. Angkatan Chairil Anwar, Angkatan Sesudah Perang, Angkatan Pembaebasan, Generasi Gelanggang, Angkatan Bambu Runcing, dan sebagainya.
Sejak tahun 1949untuk menyebut angkatan yang dimaksud orang menggunakan istilah Angkatan 45. Walaupun namanya Angkatan 45, sebenarnya angkatan itu sudah mulai timbul sejak tahun 42 (zaman Jepang), yaitu sejak munculnya puisi-puisi Chairil Anwar, yang baik bentuk, gaya bahasa, maupun isinya lain dari puisi-puisi sebelumnya.
Yang banya jasanya dalam mempertegas kehadiran Angkatan 45 serta kedudukan penyair dan sastrawan pendukungnya ialah H.B. Jassin. Ia berhasil memberian keterangan tentang seluk beluk angkatan itu dan memberikan uraian tentang kepeloporan Chairil Anwar dalam angkatan tersebut.

2.      Sikap Para Pengarang terhadap Istilah Angkatan 45
Ada berbagai pendapat tentang istilah Angkatan 45, ada yang setuju terhadap istilah tersebut, ada pula yang menyatakan keberatan. Mochtar Lubis, Pramudya Ananta Tur dan Sitor Sumarong, termasuk pengarang lagi termasuk yang keberatan terhaap istilah Angkatan 45 dengan beberapa istilah dan semboyan lain yang sering digunakan oleh angkatan tersebut. Baik yang setuju maupun yang tidak, mempunyai dasar alasan masing-masing.
Beberapa alasan yang dikemukan oleh mereka yang tidak setuju dengan istilah itu ialah sebagai berikut.
1.      Tahun 1945, yaitu tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tidak sepenuhnya berhubungan dengan hal-hal yang mulai dan yang baik, karena pada tahun itu juga terjadi pembunuhan dan penculikan pada kedua pihak yang bertempur. Dengan demikian, penamaan angkatan dengan tahun 1945 dapat juga mengingatkan kita pada hal-hal yang keji dan kotor.
2.      Para sastrawan diragukan sahamnya bagi perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan sehingga timbul kesangsian apakah mereka berhak menggunakan nama keramat Angkatan 45. Keraguan itu berdasar atas adanya beberapa karangan Chairil Anwar yang terlalu bersifat individualistis, karangan Indrus yang tampak sinis terhadap perjuangan atau revolusi bangsa, dan juga karangan Asrul Sani yang sering disebut bersifat aristrokatis intelektual.
3.      Angka tahun, yaitu tahun 1945, adalah suatu kesatuan waktu yang sangat singkat dan relatif terlalu fana sehingga penamaan dengan tahun 1945 itu akan dengan cepat menimbulkan sifat kekolotan beberapa tahun kemudian.
Sebaliknya, mereka yang setuju dengan istilah Angkatan 45 membantah alasan-alasan di depan.
1.      Dikatakan, bahwa dalam menilai sesuatu peristiwa kita harus dapat membedakan yang mana pokok yan mana tidak. Penamaan angkatan dengan nama tahun 1945 tetap memiliki nilai yang luhur, tidak perlu harus dalam kaitannya dengan nilai-nilai yang rendah.
2.      Memang ada puisi-puisi karya penyair bangsa kita pada saat itu memiliki interprestasi negatif, tetapi apabila diteliti benar-benar dan diresapkan sungguh-sungguh banyak puisi karya Chairil Anwar dan juga penyair yang lain, yang mendukung pikiran yang dalam, yang tidak sedikit perannya bagi perjuangan kemerdekaan.
3.      Sebenarnya, tidak hanya penamaan yang menggunakan angka tahun yang mudah menimbulkan sifat kekolotan, tetapi penamaan akan menjadi bersifat kolot apabila sudah timbul angkatan atau generasi yang baru.
Berdasarkan hal-hal tersebut, mereka berpendapat bahwa tahun 45 adalah tahun yang mulia bagi sejarah perjuangan bangsa, tahun berhasilnya bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaan. Karena kemerdekaan suatu bangsa merupakan syarat mutlak bagi perkembangan kebudayaan bangsa itu maka pada tempatnyalah apabila angkatan sastra Indonesia sesudah Perang Dunia II menggunakan nama Angkatan 45.

B.      Perbedaan Angkatan 45 dengan Angkatan Pujangga Baru
1.      Pendapat A. Teeuw
Teeuw berpendapat bahwa ada perbedaan asasi antara Angkatan 45 dengan Pujangga Baru, dan perbedaan itu berupa sifat universal yang terdapat pada Angkatan 45. Perlu dibuat beberapa catatan sebagai berikut.
1.      Tidak benar dan tidak adil apabila orang mengatakan bahwa sebelum tahun 1945 belum ada kesusastraan Indonesia. Orang yang berpendapat dmikian berarti tidak mengenal Amir Hamzah dan peranan Pujangga Baru.
2.      Juga tidak benar anggapan yang menyatakan bahwa perbedaan antara Pujangga Baru dengan Angkatan 45, dapat dimisalkan sebagai perbedaan antara kepastian dan ilmu pengetahuan di satu pihak dengan keyakinan dan elan di pihak lain seperti pendapat Sitor Situmorang. Demikian juga apabila diresapkan benar-benar hampir pada semua karangan Sutan Takdir Alisjahbana terdapat elan dan semangat, yaitu selamat berjuang bagi kepentingan bangsa.
3.      Menurut A. Teeuw, berdasarkan karangan prosa dan puisinya (terutama novel Belenggu), Armijn Pane barhak sebagai penghubung dalam masa peralihan antara kedua angkatan itu, walaupun ia masih dipihak Pujangga Baru.
4.      Selain itu, harus diingat bahwa seseorang dimasukkan dalam suatu angkatan, bukanlah semata-mata berdasarkan tahun lahirnya.
Perbedaan  kedua angkatan itu tidak mutlak benar.
2.      Pendapat H. B. Jassin
a.    Gaya
Meskipun antara pengarang Angkatan 45 yang seorang dengan yang lain terdapat perbedaan pandangan hidup, mereka memiliki persamaan dalam hal gaya, yaitu gaya ekspresi yang mendarah daging. Gaya ekspresi bersifat lontaran pernyataan jiwa yang serta merta.


b.    Konsepsi
Angkatan 45 memiliki konsepsi yang jelas, yaitu humanisme universal. Konsepsi ini memandang manusia dalam wujud hakikatnya, memandang manusia atas dasar sifat-sifatnya yang umum, tanpa membedakan jenis kelamin, usia, dan sebagainya. Pada hakikatnya setiap manusia itu sama, yaitu :
a.      Memiliki jiwa rasional, etis, dan estetis. Manusia adalah makhluk berpikir, berkeadaban, dan memiliki rasa keindahan.
b.      Menambahkan nilai-nilai yang luhur: kebebasan, keadilan, kemerdekaan, kejujuran, dan persamaan derajat dan kedudukan.
Oleh karena itu, humanisme universal berusaha memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur yang berlaku bagi setiap manusia dan setiap bangsa.

3.      Pendapat dan Keterangan dari Beberapa Pengarang Angkatan 45 tentang Pujangga Baru
1.      Rivai Apin
Rivai Apin berpendapat bahwa Pujangga Baru dalam memandang alam mudah berteriak pura-pura dengan kata seru: O, wah, aduhai, dan sebagainya. Rivai Apin memandang alam itu sebagai sesuatu yang diterimanya seperti menerima adanya dirinya sendiri
2.      Asrul Sani
Asrul Sani berpendapat bahwa Pujangga Baru mencoba memperoleh keindahan karangan dengan segala bunga kata dan terlalu banyak menggunakan beelspraak (kata perbandingan). Mereka menempatkan filsafatnya dalam kepalanya, bukan dalam penghidupan. Kehidupan dipandang sebagai wujud dari puisi, bukan lagi sebagai unsur dari puisi.
3.      Sitor Situmarong
Dikatakannya, bahwa Sutan Takdir Alisjahbana masih hidup dalam alam pikiran antitese Barat dan Timur; sedangkan bagi Angkatan 45 yang dipersoalkan bukan lagi masalah Barat da Timur, melainkan masalah manusia, yaitu manusia telanjang sebagai manusia pada genetik.
4.      Pendapat dan Keterangan dari Pengarang Pujangga Baru
Armijn Pane menganggap bahwa antara keduanya tidak ada perbedaan asasi. Demikian juga Sutan Takdir Alisjahbana menentang keras suatu anggapan, bahwa antara kedua angkatan itu ada perbedaan yang tajam. Ia beranggapan bahwa “dilihat dari jurusan pembebasan manusia baru dan pembuka kemungkinan-kemungkinan baru bagi bahasa Indonesia; sesungguhnya gerakan Angkatan 45 itu suatu sambungan belaka dari Pujangga Baru.

5.      Kesimpulan
Dari berbagai pendapat dak keterangan yang tersebut di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara Angkatan Pujangga Baru meliputi hal-hal sebagai berikut.
a.      Perbedan Konsepsi
Perbedaan yang paling penting antara kedua angkatan itu ialah perbedaan konsepsi. Angkatan 45 memiliki konsepsi humanisme universal, yang meletakkan tekanan pembangunan kebudayaan pada kebudayaan dunia. Sebaliknya, konsepsi Pujangga Baru menitikberatkan perjuangan membentuk kebudayan persatuan kebangsaan. Mereka memilik kesamaan cita-cita, yaitu kebudayaan persatuan kebangsaan, walaupun bagaimana pembentukannya mereka berbeda pendapat.
b.      Perbedaan Gaya
Angkatan 45 pada umumnya memiliki gaya ekspresi, yang mengutamakan keaslian pengucapan jiwa. Angkatan Pujangga Baru pada umumnya memiki gaya imperasi, yang lebih banya terikat pada kesan-kesan luar dari objek yang dilukiskan.
c.       Perbedaan Corak Aliran
Karena sikapnya yang hendak melukiskan segala sesuatu sampai kedalam-dalamnya maka umumnya karya sastra Angkatan 45 bercorak romantik realistis/naturalis. Angkatan Pujangga Baru umumnya bercorak romantik idealistis. Mereka melukiskan sesuatu tidak dengan sikap menerima seperti apa adanya, melainkan lebih banyak dipengaruhi oleh emosi dan harapan-harapannya.
d.      Perbedaan Peranan Majalah sebagai Media Angkatan
Angkatan Pujangga Baru memiliki majalah Pujangga Baru, yang khusus memuat karangan, pikiran, dan pendapar pengarang-pengarang Pujangga Baru. Dari majalah itu kita dapat mengikuti pertumbuhan dan perkembangan serta cita-cita Pujangga Baru. Angkatan 45 tidak memiliki lingkunga tertentu yang tetap, baik dalam wujud organisasi maupun majalah. Majalah yang pertama terbit sesuadah perang ialah majalah Panca Raya, yang diterbitka oleh Balai Pustaka. Majalah ini sering memuat puisi Chairil Anwar, tapi bukan semata-mata majalah kesusastraan, dan dengan sendirinya bukan pembawa suara Angkatan 45. Majalah Zenith, Puangga Baru (versi sudah perang), Mimbar Indonesia, Konfrontasi (yang sering dipandang sebagai kelanjutan majalah Pujangga Baru), Seni, dan lain-lain. Majalah-majalh tersebut tidak ada yang dapat dipandang sebagai media khusus Angkatan 45.




C.      Surat Kepercayaan Gelanggang
Surat Kepercayaan Gelanggang merupakan sikap dan pendirian Angkatan 45, walaupun pernyataan itu dibuat pada tanggal 18 Februari 1950 dan baru disiarkan dalam majalah Siasat pimpinan Rosihar Anwar pada tanggal 22 Oktober 1950. Jadi lebih kurang setahun sudah Chairil Anwar meninggal (28 April 1949).
Surat Kepercayaan Gelanggang adalah pernyataan sikap perkumpulan “Gelanggang Seniman Merdeka”, suatu perkumpulan yang didirikan pada tahun 1947 yang di dalamnya selain para pengarang, juga berkumpul pelukis-pelukis, musikus, dan seniman lain. Karena para engarang Angkatan 45 berkumpul bergerak dalam kelompok ini maka Surat Kepercayaan Gelanggang dipandang sebagai pernyataan sikap dan pendirian Angkatan 45 atau sebagai perwujudan konsepsi angkatan tersebut.
D. Para Pengarang Angkatan 45
1. Chairil Anwar
Berdasarkan penelitian H.B. Jassin, dari tahun 1942-1949 Chairil Anwar telah menghasilkan 94 tulisan yang terdiri atas 70 puisi asli, 4 puisi saduran, 10 puisi terjemahan, 6 prosa asli, 4 prosa terjemahan.
Dari jumlah semuanya itu, menurut penyelidikan ternyata 8 puisi Chairil Anwar plagiat, yang terdiri dari 6 puisi saduran, dan 2 puisi terjemahan. Puisi plagiat yang dimaksud yaitu:
·         “Rumahku” saduran puisi “Woninglooze” karangan Slauerhoff
·         “Kepada Peminta-minta” saduran puisi “Tot den Arme” karangan Willem Elsschot
·         “Orang Berdua” saduran puisi “de Gescheidenen” karangan H.Marsman
·         “Krawang Bekasi” (Kenang, Kenanglah Kami) saduran puisi “The Young Dead Soldiers” karangan Mac Leish
Adapun plagiat yang berupa terjemahan yaitu:
·         “Datang Dara Hilang Dara” terjemahan sajak “A Song of the Sea” karangan Hsu Chih Mo
·         Fragmen (tiada lagi yang akan diperikan), satu fragmen dari Preludes to Attitude, yaitu bagian IX yang berjudul “Nothing to Say You Say” karangan Conrad Aiken
Tidak dapat dipungkiri bahwa Chairil Anwar mendapat pengaruh dari beberapa penyair Belanda sebelum Perang Dunia II, seperti H.Marsman, Slauerhoff, E. Du Perron, Ter Braak, Jan H. Eekhout, dan lain-lain.
Pengaruh Marsman pertama-tama tampak pada sikap hidup Chairil, yaitu sikap hidup yang penuh dengan vitalitas. Pengaruh yang ada pada Chairil Anwar itu dapat berupa pengambilan motif yang sama, penggunaan kata dan perbandingan yang serupa, dapat juga semata-mata berupa persamaan semangat. Selain H.Marsman, Slauerhoff adalah penyair Belanda yang banyak memengaruhi Chairil Anwar.
Dalam masyarakat sastra Indonesia, pembicaraan tentang Chairil Anwar dan karangan-karangannya telah banyak dilakukan. Kepeloporan Chairil Anwar dalam perkembangan sastra Indonesia memang tidak dapat diragukan. Ia telah mengadakan pembaharuan dalam bidang puisi Indonesia. Beberapa keistimewaan puisi Chairil Anwar antara lain:
·         Penggunaan bentuk-bentuk puisi bebas yang tidak terikat oleh jumlah baris, jumlah suku kata, dan rima akhir yang teratur.
·         Penggunaan unsure-unsur bunyi secara intensif sehingga disamping fungsinya sebagai pendukung arti, bunyi-bunyi tersebut mampu menjelmakan suasana tertentu.
·         Penggunaan gaya bahasa, lambing, dan perbandingan-perbandingan baru yang bersifat universal.
·         Penjelmaan ide, pikiran, dan pengalaman jiwa dalam wujud yang bersifat prismatis, yang memiliki kedalaman makna dan keluasan pengertian. (Puisi prismatic bersifat membias; ide dan makna yang terkandung perlu ditafsirkan)
·         Pemilihan kata digunakan setepat-tepatnya, baik ditinjau dari segi arti, bunyi, bentuk, susunan, maupun gaya bahasa.
·         Penggunaan gaya ekspresi mengutamakan keaslian pengucapan, menjelmakan pikiran dalam wujud yang murni
·         Chairil menempa pemakaian bahasa Indonesia dalam wujudnya yang baru, yang sering dipandang menyimpang dari cara-cara tradisional.
Rachmat Djoko Pradopo (1976:11) mengatakan bahwa dalam puisi-puisi Chairil Anwar tampak adanya gaya imajisma, yaitu suatu gaya yang “melukiskan pengertian dengan imaji-imaji, dengan memberikan lukisan/keadaan yang berarti ganda, yang sugesif”.
Puisi imajisma yang murni lazimnya berbentuk pendek, bebas dan berupa lukisan saja. Ide dan emosi penyair dijelmakan melalui imaji-imaji yang jelas dan tepat yang merupakan suatu kebulatan.
Dalam perkembangan puisi kontemporer pada dewasa ini beberapa penyair menggunakan gaya mantra dan tipografi sebagai unsur kepuitisan yang penting. Menurut Rachmat Djoko Pradopo gaya mantra itu sesungguhnya sudah ada pada puisi Chairil Anwar.
Sutan Takdir Alisjahbana (1975:55) menilai bahwa Chairil memiliki keberanian memberikan arti sendiri pada kata-kata, mengadakan kombinasi kata-kata yang menantang semua konvensi, membuat susunan kalimat yang melompat-lompat dengan ketiba-tibaan, lekuk dan kelok yang tak tersangka-sangka, dengan memakai logika yang sering bersifat antalogika, tetapi justru karena sekaliannya itu menimbulkan ketajaman dan kedalaman arti yang jarang tersua
a.      Vitalitas Chairil Anwar
Vitalitas berarti kemampuan hidup penuh semanngat. Chairil Anwar seorang vitalis, tetapi berbeda dengan vitalitas pengarang sebelumnya.
Vitalitas Chairil Anwar merupakan semangat hidup yang berusaha hendak mengisi eksistensi hidup ini dengan sepenuh-penuhnya dan mempertanggungjawabkan hidup dengan penuh kesadaran. Chairil ingin merombak cara berpikir yang dogmatis dan ingin menegakkan pikiran-pikiran baru demi martabat manusia. Sikap inilah yang membuat puisi Chairil Anwar tampak bersifat anarkistis dan individualistis
b.      Individualisme Chairil Anwar
Individualisme Chairil Anwar bukan individualisme yang egoistis melainkan berpangkal pada sikap hidup yang eksistemsialistis. Keakuan Chairil bukan untuk kepentingan diri sendiri melainkan untuk kepentingan martabat dan nilai-nilai kemanusiaan. Manusia harus dapat mengisi eksistensinya. Memperjuangkan hakikat kemanusiaannya yang semua itu tidak harus sejalan dengan nilai-nilai tradisi, kemasyarakatan, atau konvensi yang sudah ada.
c.       Pandangan Chairil Tentang Ilham dan Keindahan
Chairil membedakan dua macam ilham, yakni ilham sebenarnya dan tidak sebenarnya. Menurut Chairil seni adalah harmoni antara ilham dan pemikiran. Berbeda dengan sikap Chairil terhadap ilham, pengarang Pujangga Baru pada umumnya bersifat menunggu da, n beranggapan bahwa seni itu terutama adalah perasaan.
Tentang keindahan Chairil beranggapan bahwa keindahan harus berpangkal pada vitalitas, pada hidup, dan nafsu hidup. Vitalitas itu sifatnya kacau balau, campur baur, sedangkan keindahan sifatnya harmonis penuh keselarasan.
d.      Masalah bentuk dan Isi
Chairil berpendapat bahwa hasil sastra terbagi menjadi 2 yakni bentuk dan isi, walaupun batas antara keduanya tidak dapat dikemukakan karena keduanya “rapat berjalan sama, mereka gonta-ganti tutup-menutupi”.
Bentuk ialah cara si seniman manyatakan perasaan dengan yang istimewa, yang khas, yang sanggup mengharukan pembaca.

Berikut adalah karangan-karangan Chairil yang sudah dibukukan:
·         Deru Campur Debu, kumpulan puisi yang diterbitkan pertama kali tahun 1949 oleh penerbit pembangunan. Terdiri dari 27 puisi.
·         Kerikil Tajam dan Yang Terhempas dan Yang putus, kumpulan puisi yang pertama kali diterbitkan  tahun 1949 oleh Pustaka Rakyat.
Karangan Chairil Anwar berupa prosa ada 6 yang asli, yaitu yang berjudul pidato Chairil Anwar 1943, Berhadapan Mata, Hoppia, Tiga Muka Satu Pokok, Pidato Radio 1946, dan Membuat sajak, Melihat Lukisan.
Chairil yang lahir di Medan 26 Juli 1922, tidak berumur panjang. Ia meninggal pada tanggal 28 April 1949.
2. Asrul Sani                                                                                                                            Asrul Sani adalah seorang penyair angkatan 45 yang berusaha menghindari masalah angkatan dan tidak setuju dengan semboyan-semboyan yang sering digunakan oleh pengarang Angkatan 45 yang lain. Asrul Sani mengkritik Movhtar Lubis yang pernah mengatakan bahwa dalam perkataan Human Dignity tersimpul semua yang hendak kita perjuangkan.                                                                                                                           Asrul Sani yang dilahirkan di Sumatera Barat, 10 Juni 1926, adalah seorang dokter hewan yang dalam dunia sastra bergerak dalam berbagai bidang. Ia banyak menulis esai, cerpen, puisi, kritik, terjemahan, juga menyutradarai pementasan drama, dan membuat film. Sebagai penyair telah banyak puisi yang digubahnya, tetapi hingga kini belum ada yang diterbitkan secara khusus sebagai kumpulan puisi kecuali yang terdapat dalam kumpulan puisi Tiga Menguak Takdir.                                                                                                         Selain itu, pada puisi Asrul terasa dengan jelas sifat romantik. Ia memandang kehidupan mulia sejati ialah kehidupan kesunyian di laut yang terlepas dari kesibukan sehari-hari. Dalam hal bentuk, puisi Asrul Sani lebih bebas, lebih mengabaikan unsur-unsur bentuk daripada puisi Chairil. Hampir-hampir tidak ada puisi Asrul yang memiliki kerangka tetap, baik dalam jumlah baris, jumlah suku kata, maupun dalam acuan suatu bentuk tertentu.  Esai-esainya hingga sekarang belum diterbitkan sebagai kumpulan. Oleh Ajip Rosidi dikatakan bahwa “dalam esai-esainya Asrul sangat indah gayanya, tajam dan lapang dad, luas pula pengetahuannya. Beberapa buah esainya dengan tajam dan plastis memberi gamnaran tentang kehidupannya zamannya”. Dalam karangan esainya Asrul sering menggunakan nama samaran Ida Anwar. Di samping itu, digunakan juga nama samaran Pena F. An-Nur dan lain-lain.                                                                                                                         Di samping sebagai penyair dan esais, Asrul Sani terkenal pula sebagai cerpenis. Kumpulan cerita pendeknya telah diterbitkan oleh Pustaka Jaya pada tahun 1972 dengan judul Dari Suatu Masa dari Suatu Tempat. Cerpen-cerpen Asrul Sani sebgaian besar bersifat intelektual. Untuk dapat memahami cerpen-cerpen tersebut sering diperlukan pemikiran tentang maksud ungkapan dan lambang-lambang yang terdapat di dalamnya.
Dalam cerpen-cerpennya Asrul Sani banyak menyindir kehidupan masyarakat, yang sering menerita akibat aturan-aturan yang dibuat sendiri. Sendirian itu terasa sekali dalam cerpennya yang berjudul “Museum”.
3. Rivai Apin                                                                                                                            Chairil Anwar, Asrul Sani, dan Rivai Apin lazim dipandang orang sebagai trio pembaharu puisi Indonesia. Rivai Apin ternyata kurang menyakinkan, padahal penyair yang lahir pada tanggal 30 Agustus 1927 di Padang panjang itu telah banyak menulis puisi sejak masih di sekolah menengah. Dikatakan nihilis karena tampaknya Rivai Apin tidak tahu arah hidup ini, tidak tahu apa yang harus diperbuat tentang dunia ini. Apa yang ditulis terutama cetusan emosi yang kurang pengendapan dan pemikiran.
Walaupun tulisan Rivai Apin cukup banyak jumlahnya, belum ada yang diterbitkan sebagai kumpulan, kecuali  puisi-puisinya yang terdapat dalam Tiga Menguak Takdir.
4. Idrus
5. Pramudya Ananta Tur
6. Mochtar Lubis
7. Sitor Situmorang
8. Achdiat Karta Mihardja

E. Pengarang-Pengarang Angkatan 45 yang lain :
1. Utuy Tatang Sontani
2. Trisno Sumarjo
3. Aoh K. Hadimadja
4. M. Balfas
5. Rusman Sutiasumarga
6. Mh. Rustandi Kartakusuma
7. M. Ali 

Komentar