SEJARAH SASTRA INDONESIA
ANGKATAN BALAI PUSTAKA
ANGKATAN BALAI PUSTAKA
MAKALAH
UNTUK
MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Sejarah
Sastra Indonesia
yang
dibina oleh Dra. Hj. Ida Lestari, M.Si.
Oleh
APRILLIA KARTIKA
C. (160211601901)
HAIKAL HILMI (100211406108)
NAFISA EKAWATI (160211601874)
NURLITA ALDANIA R. (160211600114)
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
SASTRA
JURUSAN
SASTRA INDONESIA
OKTOBER
2016
A.
Sejarah dan Latar Belakang lahirnya
Balai Pustaka
Dalam sejarahnya awal
mula Balai Pustaka terbentuk ketika pemerintahan Kolonial Belanda mendirikan
komisi untuk bacaan sekolah pribumi dan bacaan rakyat, pada 14 September 1908
melalui keputusan Gubernemen dengan nama awal yaitu Commissie voor de
inlandsche school en volkslectuur diketuai oleh Dr. G.A.J. Hazeu. Dan
Balai Pustaka baru menghasilkan bacaan pada tahun 1910 yang dipimpin oleh Dr.
D.A. Rinkes sampai tahun 1916 dengan tugasnya adalah memajukam moral dan budaya
serta meningkatkan apresiasi sastra. Kemudian pada tahun 1917 pemerintahan
Kolonial Belanda mendirikan Kantoor voor de volkslectuur atau
Kantor Bacaan Rakyat yaitu Balai Pustaka.
Tujuan didirikannya
Balai Pustaka ialah untuk mengembangkan bahasa-bahasa seperti bahasa Jawa,
bahasa Sunda, bahasa Melayu tinggi dan bahasa Madura. Serta mencegah pengaruh
buruk dari bacaan yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan
dianggap memiliki misi politis (liar) yang dihasilkan oleh sastra Melayu
Rendah.
Tujuan inti
didirikannya Komisi Bacaan Rakyat adalah meredam dan mengalihkan gejolak
perjuangan bangsa Indonesia lewat media tulisan dan tidak bertentangan dengan
kepentingan Belanda. Tujuan lainnya adalah menerjemahkan atau menyadur hasil
sastra Eropa hal ini bertujuan agar rakyat Indonesia buta terhadap informasi
yang berkembang di negaranya sendiri.
Adapun usaha-usaha
positif yang dilakukan yaitu mengadakan perpustakaan di tiap-tiap sekolah,
mengadakan peminjaman buku-buku dengan tarif murah secara teratur, dan
memberikan bantuan kepada usaha-usaha swasta untuk menyelenggarakan taman
bacaan. Jadi, beberapa faktor berikut inilah yang menjadi penyebab perjalanan
kesusastraan Indonesia berkembang mengikuti idiologi kolonial:
1.
Pendirian Balai Pustaka telah menafikan keberadaan
karya-karya terbitan swasta yang secara sepihak dituding sebagai “bacaan liar”.
Karya-karya sastra yang dipublikasikan lewat surat kabar dan majalah, dianggap
tidak ada.
2.
Pemberlakuan sensor melalui Nota Rinkes menyebabkan
buku-buku terbitan Balai Pustaka, khasnya novel-novel Indonesia sebelum perang,
cenderung menampilkan tokoh-tokoh yang terkesan karikaturs.
3. Penetapan bahasa melayu
mendorong munculnya sastrawan-sastrawan yang menguasai bahasa Melayu. Dan
mereka datang dari Sumatera. Maka, sastrawan yang berasal dari Sumatera itulah
yang kemudian mendominasi peta kesusastraan Indonesia.
Sastra Balai Pustaka
adalah sastra rakyat yang berpijak pada kultur Indonesia abad 20. Hal ini
dengan jelas nampak dari roman-roman Balai Pustaka dalam bahasa jawa, sunda,
dan melayu tinggi. Sastra Balai Pustaka sebenarnya adalah
“sastra daerah”, bukan saja dalam arti menggunakan bahasa daerah tetapi
juga menggarap tema-tema kedaerahan, bisa dilihat dari karya-karya yang lahir
pada saat itu.
Saat itu buku-buku yang
diterbitkan Balai Pustaka dapat dibagi tiga; pertama, buku untuk anak-anak.
Kedua, buku hiburan dan penambahan pengetahuan dalam bahasa daerah. Ketiga,
buku hiburan dan penambahan pengetahuan dalam bahasa melayu dan kemudian
menjadi bahasa Indonesia.
Pada masa pendudukan
jepang (1942-1945) Balai Pustaka masih tetap eksis namun menggunakan nama lain
yaitu, Gunseikanbo Kokumin Tosyokyoku yang artinya Biro
Pustaka Rakyat Pemerintah Militer Jepang.
Zaman keemasan Balai
Pustaka sekitar tahun 1948 hingga pertengahan tahun 50-an ketika dipimpin oleh
K.St. Pamoentjak dan mendominasi penerbitan buku-buku sastra dan sejumlah
pengarang Indonesia bermunculan seperti H.B.Jassin, Idrus, M.Taslim, dan lain –
lain.
B. Karakteristik Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka
Periode Balai Pustaka mulai muncul
pada abad ke-20-an. Ada beberapa hal yang menjadi pembeda antara satu angkatan
dengan angakatan yang lain. Selain mengambil latar belakang kehidupan
masyarakat Minangkabau, pada sebagian karya sastranya, masih terdapat beberapa
ciri-ciri lainnya yang cukup mencolok di antara karya sastra lainnya,
diantaranya adalah:
1)
Karya
sastra angkatan Balai Pustaka pada umumnya hanya berceritakan
mengenai kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
sehari-hari.
2)
Karya-karya
pada angkatan Balai Pustaka juga tidak berbicara mengenai politik,
kemiskinan, dan nilai-nilai sekularisasi.
3)
Para
penulisnya lebih bersifat kompromistis terhadap keadaan politik pada masa itu,
pengarang berusaha untuk bersikap ramah dan baik terhadap pemerintah kolonial
agar karya-karya yang mereka hasilkan dapat diterbitkan.
Karya-karya yang ada pada angkatan
balai pustaka memang dibuat sedemikian rupa agar tidak menyinggung perpolitikan
kaum kolonial. Karya-karya dari Balai Pustaka disortir secara ketat
untuk mengurangi kemungkinan ada karya-karya yang berbau menentang pemerintahan
kolonial.
Contoh paling dekatnya adalah
karya Siti Nurbaya. Dalam karya tersebut kita dapat melihat
bahwa Syamsul Bahri yang diposisikan sebagai tokoh protagonis lebih memilih
untuk menjadi bagian dari tentara kolonial demi membalaskan amarahnya ke Datuk
Maringgih. Syamsul Bahri dalam roman tersebut terkesan tidak nasionalis,
sedangkan Datuk Maringgih berada pada pihak yang membangkang aturan-aturan
kolonial terlepas dari sifatnya yang buruk dan licik. Hal ini bukan dikarenakan
tidak adanya rasa nasionalisme pada diri bangsa Indonesia, namun lebih didasari
atas aturan ketat syarat pempublikasian karya sastra yang diatur oleh pihak
penerbit balai pustaka.
Adapun aturan-aturan tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Netral dari visi dan misi yang
berkaitan dengan ajaran agama.
2. Netral dari visi dan misi yang
berkaitan dengan propaganda politik.
3. Karya yang akan diterbitkan adalah
karya yang memiliki nilai mendidik.
Karena syarat dan ketentuan yang
ketat dari pihak penerbit balai pustaka, maka tidak kita temukan karya-karya
yang mengacu kepada kritikan terhadap perpolitikan kaum kolonial pada masa itu.
Karya-karya tersebut terlebih dahulu disaring agar bisa lulus penyeleksian
karya-karya yang akan dipublikasi.
Pada ragam
karya sastra prosa, timbul genre baru, yaitu roman, yang sebelumnya belum
pernah ada. Tujuan didirikannya Balai Pustaka ialah untuk mengembangkan bahasa-bahasa seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa
Melayu tinggi dan bahasa Madura. Serta mencegah pengaruh buruk dari bacaan yang
banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis
(liar) yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah.
Balai Pustaka membahas tentang istiadat
dan percintaan. Pada tingkat unsur intrinsik, gaya bahasa yang digunakan karya-karya Balai Pustaka menggunakan perumpamaan klise, menggunakan banyak
pepatah-pepatah dalam bahasanya, serta
gaya percakapan sehari-hari. Alur
yang dipakai adalah alur datar atau alur lurus dan akhir cerita tertutup. Tokoh-tokohnya selalu orang-orang kedaerahan atau bersifat kedaerahan, baik
dalam bahasa maupun dalam masalah dengan teknik penokohan yang datar. Penyajian
tokoh hanya dalam permukaannya saja tidak ada atau menggunakan masalah kejiwaan
tetapi masalah seperti fisik yang dimunculkan dalam karya-karya Balai Pustaka.
Sudut pandang yang digunakan adalah sudut
pandang maha tahu, bersifat Idealisme dan Romantis. Kadang banyak alur yang
menyimpang dan lambat. Amanatnya bersifat didaktis atau nasihat, mendidik
pembaca agar loyal pada pemerintah sebagai pegawai. Bertumpu pada kebudayaan
daerah, sehingga karya- karya Balai Pustaka digemari rakyat pedesaan dan rakyat
kota yang Priyayi. Roman-roman Balai
Pustaka penuh sentimentalis, penuh air mata/cengeng, yang dimaksudkan untuk
meninabobokan rakyat agar menjauhkan diri dari pikiran-pikiran sosial dan politik bangsanya.
Ciri-ciri karya sastra prosa Angkatan Balai Pustaka :
·
Menggambarkan
persoalan adat dan kawin paksa termasuk permaduan
·
Bersifat
Kedaerahan
·
Tidak
bercerita tentang Kolonial Belanda
·
Kalimat-kalimatnya panjang dan masih banyak menggunakan
perbandingan-perbandingan, pepatah, dan
ungkapan-ungkapan klise,
·
Corak
lukisan adalah romantis sentimental.
C.
Tokoh-Tokoh Angkatan Balai
Pustaka
Di bawah ini adalah riwayat hidup para pengarang angkatan
Balai Pustaka secara singkat dan berikut nama-nama pada masa angkatan Balai
Pustaka.
1.
Merari Siregar
Dilahirkan
13 Juni 1896, di Siporok, Tanapuli Selatan (Sumatra Utara), meninggal 23 April 1940
di Kelenget, Madura. Berpendidikan Handels-correspondent Bond A di Jakarta
(1923), pernah bekerja sebagai guru di Medan, rumah sakit umum Jakarta, dan
Opium & Zouttreige Kalianget. Novelnya Azab dan Sengsara (1920) lazim
dianggap sebagai awal kesusastraan Indonesia.
2. Marah Rusli
Dilahirkan 7
Agustus 1889 di Padang, meninggal 17 Januari 1968 di Bandung. Berpendidikan
Sekolah Dokter hewan di Bogor (1915), dan Dosen Sekolah Tinggi Dokter Hewan di
Klaten (1948). Namanya terkenal karena novel atau roman Siti Nurbaya.
3. Abdul Muis
Dilahirkan
pada tahun 1889 di Solok, Sumatra Barat, meningggal 17 Juli 1959 di Bandung.
Pendidikan terakhir tamat sekolah kedokteran (STOVIA), di Jakarta. Menjadi
klerek didepartemen buderwijs en eredienst dan jadi wartawan
di Bandung selain itu ia juga aktif dalam syarikat islam dan pernah menjadi
anggota dewan rakyat. Namanya terkenal karena novel Salah Asuhan (1928),
Pertemuan Jodoh (1933), Surapati (1950), dan Robert Anak Surapati (1953).
4. Nur Sultan Iskandar
Dilahirkan 3
November 1989 di Sungai Batang (Sumatra Utara), meningggal 28 November 1975 di
Jakarta. Pendidikannya sekolah Melayu 11 (1908), dan sekolah Bantu (1911) ia
pernah menjadi guru sekolah Desa di Sungai Batang (1908), guru Bantu di
Muarabelita (Palembang), Dosen Fakultas Sastra UI (1955-1960), dan Redaktur Balai
Pustaka hingga pensiun. Menghasilkan sejumlah novel diantaranya yaitu Apa
Dayaku Karena Aku Permpuan (1922), Salah Pilih (1928), Karena Mertua (1932),
dan lain-lain.
5. Muhamad Kasim
Dilahirkan
tahun 1886 di Muara Sipongi, Tanapuli Selatan (Sumatra Utara), pendidikannya
sekolah guru sampai tahun 1935, ia bekerja sebagai guru sekolah dasar. Kumpulan
cerpennya Teman Duduk (1936) lazim disebut sebagai awal tradisi kumpulan cerpen
sastra Indonesia. Bukunya yang berjudul Si Samin mendapat hadiah Sayembara Buku
Anak-anak Balai Pustaka tahun 1924, lalu terbit lagi tahun 1928 dengan judul
Pemandangan Dalam Dunia Kanak-Kanak.
6. Suman H. S.
Dilahirkan
tahun 1904 di Bengkalis. Berpindah ke sekolah Melayu di Bengkalis (1912-1918)
dan sekolah normal di Medan dan Langsa (1923), dia pernah menjadi guru Bahasa
Indonesia di HISSIAK Sri Indapura (1923-1930), kepala Sekolah Bumi Melayu (di
Pasir pengkarayaan (1930) pemilik sekolah dizaman penduduk Jepang, pemilik
sekolah merangkap kepala jabatan dinas Pekanbaru-Kampar, anggota
pemerintahan tingkat satu Riau (1960-1966), anggota DPRD propinsi Riau
(1966-1968) dan terakhir menjabatKetua Umum Yayasan
Lembaga Pendidikan Riau.
Karangannya
:
1.
Kasih Tak Terlarai (novel,
1929),
2.
Percobaan Setia (novel, 1931),
3.
Mencari Pencuri Anak Perawan
(novel, 1932),
4.
Casi Tersesat (novel, 1932),
5.
Kawan Bergelut (kumpulan
cerpen, 1938),
6.
Tebusan Darah (novel, 1939).
7. Adinegoro
Dilahirkan
14 Agustus 1904 di Talawi, Sumatra Barat, meninggal 8 Januari 1967 di Jakarta
berpendidikan sekolah kedokteran (STOVIA) di Jakarta (1918-1925) dan kemudian
memperdalam pengetahuan di Belanda dan Jerman Barat (1926-1930), dia pernah
memjadi redaktur Panji Pustaka. Perwata Deli dan Mimbar Indonesia di samping
itu ia juga pernah menjadi anggota Dewan Rakyat pada masa pendudukan Jepang,
anggota Dewan Perancang Nasional, anggota MPRS, ketua komisaris badan penerbit
Dewan Agung, dan Dewan Komisaris LKBN antara.
Karangannya:
1. Darah Muda (novel, 1927),
2. Asmara Jaya (novel, 1928),
3. Melawat Ke Barat (novel, 1930).
8. Tulis Sutan Sati
Dilahirkan tahun 1928
di Bukitinggi, meninggal tahun 1942 di Jakarta pernah menjadi guru dan kemudian
menjadi Redaktur Balai Pustaka (1920-1940).
Karangannya:
1. Sengsara Membawa Nikmat (novel, 1928),
2. Tak Disangka (novel, 1929),
3. Syair Siti Marhumah Yang Saleh (1930),
4. Memutuskan Pertalian (novel,1932),
5. Tiak Membalas Guna (novel, 1932).
9. Abas Sutan Pamunjak Nan Sati
Dilahirkan
17 Febuari 1899, di Magak, Bukitinggi, meninggal 4 Oktober
1975 di Jakarta pendidikannya Swasta di Magek (1908-1911) sekolah privat di
Bukitinggi (1911-1913), Kweek Schol (1914-1920), kursus bahasa (1918), dan
Inland MO (1929-1945), ia pernah menjadi guru diberbagai kota (1920-1942),
Dosen Sekolah Tinggi di Jakarta (1942-1945), Dosen Universitas Gajah Mada di
Yogyakarta (1946-1949), pegawai departemen pendidikan pengajaran merangkap
Dosen Universitas Indonesia di Jakarta (1949).
Karangannya:
1. Dagang Melarat (novel, 1926),
2. Pertemuan (novel, 1927),
3. Putri Zahara atau Bunga Tanjung di Pasar Pasir (Afrika) (novel, 1947),
4. Jambangan (Kumpulan Sajak, 1947).
10. Aman Datuk Madjoinjo
Dilahirkan
tahun 1896 di Surakam, Solok (Sumatra Utara), meninggal 16 Desember 1969, sejak
tahun 1920 hingga pensiun ia bekerja di Balai Pustaka.
Karangannya:
1. Syair Si Banso Urai (1931),
2. Menebus Dosa (novel, 1932),
3. Rusmala Dewi (novel bersama S.Hardejosumarto,1932),
4. Sampaikan Salamku Kepadanya (novel, 1935), dll.
11. Muhammad Yamin
Dilahirkan
23 Agustus 1903 di Sawahlunto, Sumatra Barat, meninggal 17 Oktober 1926 di
Jakarta, pendidikannya HIS (1918), AMS (1927), dan tamat sekolah Hakim Tinggi
Jakarta (1932). Ia pernah menjadi Menteri Kehakiman (1951), Menteri Pengajaran,
pendidikan dan kebudayaan RI (1953-1955), Ketua Badan Pengawasan LKBN antara
(1961-1962) ketua Dewan Perancang Nasional (1962).
Karangannya:
1. Tanah Air (Kumpulan Sajak, 1922),
2. Indonesia Tumpah Darahku (Kumpulan sajak, 1928),
3. Kalau Dewi Tara Sudah Berkata (drama, 1932),
4. Ken Arok dan Ken Dedes (drama, 1934).
12. Rustam Effendi
Dilahirkan
13 Mai 1903, di Padang dan HKS Bandung ( 1924) dia pernah menjadi guru di
Perguruan Tinggi Islam Adabiah 11 Padang tahun (1928-1947), ia bermukim di
Belanda dan 14 tahun diantaranya (1933-1946) menjadi anggota Kamer Majelis
Rendah.
Karangannya:
1. Bebasari (drama, 1926),
2. Percikan Permenungan (kumpulan sajak, 1926).
13. Yogi (Abdul Rivai)
Dilahirkan 1
Juli 1896 di Bonjol, Sumatra Utara, meninggal 4 April 1983 di Jakarta
pendidikannya Sekolah Gubernemen kelas dua Lubuk Sikamping dan Kursus Guru
Bantu.
Karangannya:
1. Gubahan (kumpulan sajak, 1930),
2. Puspa Aneka (1931).
Tokoh – tokoh
yang pernah memimpin Balai Pustaka tercatat Dr. D.A Rankes, Dr. G.W.J. Drewes,
Dr. K.A. Hidding, sementara sastrawan Indonesia yang pernah bekerja di sana
tercatat Adinegoro,S. Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, Nur Sutan Iskandar, dan H.B.
Jasin.
D.
Daftar Pustaka
Eneste, Pamusuk.1988. Ikhtisar
Kesusastraan Modern. Jakarta : Djambatan
Mahayana, Maman. S. 2007. Ekstrinsikalitas
Sastra Indonesia. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
K.S,Yudiono. 2007. Pengantar
Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo
Rosidi, Ajip.2000 .Ikhtisar
Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: Binacipta.
Majalah Horizon. Nomor 12. Tahun
1982.
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0002/18/dikbud/sast09.htm (jumat, 18 Februari 2000.
Sastra Melayu Tianghoa Dahului Sastra Balai Pustaka)
Komentar
Posting Komentar